|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
Surat
Kabar “Deli Courant”
12 Surat Kabar pertama berbahasa
Belanda, terbit di Medan 18 Maret 1985, diterbitkan dan dipimpin oleh
Jaegues Deen. Ini adalah wajah surat kabar tersebut yang terbit Juni 1918
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Surat Kabar “Berkala Bulanan”
Surat kabar Berkala Bulanan -
“Perempuan Bergerak’’ terbit di Medan, 15 Mei 1919. Pimpinan Tengku
Sabariah, pimpinan Redaksi Butet Sadidjah. Mulanya pimpinan berkala ini
Muhammad Tahir, setelah mengundurkan diri dipimpin oleh Tengku Sabariah,
diterbitkan untuk menyokong pergerakan perempuan.(Koleksi Yayasan
Museum Pers Sumatera Utara)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3. Surat Kabar “Benih Merdeka”
Diterbitkan oleh Tengku Raja
Sabaruddin di Medan,17 januari 1916, dicetak pada percetakan ’’Setia
Bangsa’’, pimpinan redaksinya Mohammad Samin. Surat kabar pertama di
Indonesia yang menggunakan kata merdeka.(Koleksi Yayasan Museum Pers
Sumatera Utara)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4. Harian ‘’Pewarta Deli”
(8 Agustus1917) merupakan surat
kabar tekemuka dan terpengaruh di Medan, terutama setelah dipimpin Adi
Negoro dalam tahun 1930-an. Sebelum harian ini dipimpin oleh Soetan
Parlindungan semboyannya “Orguan Boeat segala Bangsa”. (FL)
|
|
|
|
|
6. Era
Prakemerdekaan (1900-1945)
Memasuki era 1900-an, kualitas
dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi,
tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi,
terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia. Medan Prijaji adalah
surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat
kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari
1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo
|
|
5. Era Penjajahan Belanda
(1700-1900)
Pada era 1700-1900, telah
beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht
Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan Bataviasche Koloniale
Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang
sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting
yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan
dokumentasi.
|
|
7. Era Orde Baru (1966-1998)
Orde baru ditandai dengan jatuhnya presiden Soekarno, dibubarkannya Partai
Komunis Indonesia (PKI), dan naiknya Soeharto menjadi Presiden Indonesia kedua.
Surat kabar pro-PKI ditutup. Hanya surat kabar milik tentara, nasionalis,
agama, dan kelompok independen yang diizinkan terbit: (1) surat kabar tentara:
Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, Ampera, Api Pancasila, dan Pelopor Baru; (2)
surat kabar nasionalis: Suluh Marhaen, El Bahar, dan Warta Harian; (3) surat
kabar Islam: Duta Masyarakat, Angkatan Baru, Suara Islam, dan Mercusuar; (4)
surat kabar Kristen: Kompas dan Sinar Harapan.
Pembatasan pers juga diterapkan oleh pemerintahan orde baru, Soeharto. Surat
kabar yang dianggap berbahaya dan tidak sejalan dengan tujuan pemerintah akan
dibredel, terlebih surat kabar yang menyinggung Cendana dan kroni-kroninya.
Pembredelan terbesar terjadi pada saat peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974
(Malari), 12 surat kabar dan majalah dibredel: Indonesia Raya, Pedoman, Harian
KAMI, Nusantara, Abadi, The Jakarta Times, Mingguan Wenang, Pemuda Indonesia,
Suluh Berita, Mahasiswa Indonesia, Indonesia Pos, dan Ekspress. Berkaitan
dengan kebijakan pembredelan itu, Ali Moertopo (tangan kanan presiden Soeharto)
pernah mengatakan bahwa kebebasan pers yang disalahgunakan dapat mengganggu
pembinaan politik, oleh karena itu, pers harus dikendalikan dan dibina.
Kebijakan pembredelan berlangsung hingga orde baru runtuh pada Mei 1998. Dalam
perjalanannya, era orde baru menjadi saksi lahirnya surat kabar dan majalah
besar di Indonesia: Kompas (P. K. Oetjong dan Jacoeb Oetama), Sinar Harapan (H.
G. Rorimpandey), Tempo (Goenawan Mohamad), Media Indonesia (Surya Paloh), dan
lainnya.
http://muspen.kominfo.go.id
izin save gambarnya ya kaa untuk tugas sekolah
BalasHapus